Spenda Juara
Matahari Pancasila di Ufuk Kesadaran

Hari Kesaktian Pancasila bukan sekadar momentum yang tertulis di kalender. Ia adalah panggilan jiwa, perenungan mendalam tentang betapa Pancasila telah menjadi penopang dan penjaga bangsa ini dari berbagai ancaman yang pernah menggerogotinya. Di SMPN 2 Wanayasa, hari bersejarah ini dimaknai tidak hanya sebagai seremonial belaka, melainkan sebagai ruang refleksi bersama.

Pagi ini, di antara gemuruh doa dan semangat belajar, warga sekolah merenungkan kembali makna lima sila yang menjadi fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepala sekolah SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, mengingatkan, bahwa sejarah bangsa ini penuh liku dan tidak selalu menyenangkan. Namun, justru dari sejarah kelam itulah kita belajar tentang arti kesetiaan, persatuan, dan keberanian.

“Jangan sekali-kali melupakan sejarah, walaupun itu kelam, karena dengan sejarah kita memahami masa lalu dan menyongsong hari esok yang bersinar.” demikian pesan yang terngiang kuat. Bukan karena sejarah itu harus dibuka luka lamanya, tetapi karena dari sanalah kita mampu memahami arah perjalanan. Tanpa masa lalu, kita hanyalah sekumpulan langkah yang kehilangan tujuan.

Pancasila bukanlah kata-kata kosong. Ia hidup di kelas-kelas, ketika siswa belajar menghormati pendapat satu sama lain. Ia berdenyut di lingkungan sekolah, ketika guru dan murid bergotong-royong membersihkan halaman. Ia bernapas dalam kehidupan sehari-hari, ketika setiap insan mengutamakan persaudaraan di atas kepentingan pribadi.

Warga SMPN 2 Wanayasa memahami, bahwa menanamkan nilai Pancasila berarti menyalakan api kecil dalam hati setiap anak bangsa. Api itu harus dijaga agar tidak padam, agar terus memberi terang di jalan yang kadang gelap oleh tantangan zaman.

Hari Kesaktian Pancasila menjadi jendela untuk melihat kembali pengorbanan para pendiri bangsa. Mereka bukan hanya menyusun kata, melainkan menorehkan cita-cita yang ingin diwariskan kepada generasi penerus. Di sanalah tanggung jawab itu kini berpindah: dari mereka yang telah mendahului, kepada kita yang masih diberi kesempatan untuk melanjutkan.

Pancasila adalah penangkal dari segala bentuk perpecahan. Dalam sejarah, kita melihat bagaimana bangsa ini hampir direnggut oleh ideologi yang ingin menggantikannya. Namun Pancasila tegak berdiri, tak tergoyahkan, menjadi rumah besar yang menaungi semua perbedaan.

Di SMPN 2 Wanayasa, nilai itu diwujudkan dalam kebersamaan. Tak peduli perbedaan latar belakang, semua siswa adalah satu keluarga. Dari ruang kelas hingga lapangan sekolah, semangat persatuan menjadi denyut yang mengalir. Seperti Pancasila yang mempersatukan, demikian pula sekolah menjadi miniatur Indonesia yang damai.

Namun, menghidupkan Pancasila bukan sekadar berbicara tentang persatuan. Ia juga bicara tentang keadilan, kejujuran, dan keberanian untuk menegakkan kebenaran. Guru-guru di SMPN 2 Wanayasa menekankan hal ini, agar para siswa tumbuh bukan hanya cerdas dalam pengetahuan, tetapi juga bijak dalam sikap.

Hari Kesaktian Pancasila adalah momentum untuk menguji diri. Sudahkah kita benar-benar mengamalkan sila demi sila itu? Ataukah kita hanya menghafalnya di atas kertas? Refleksi ini mengajarkan bahwa kesaktian bukanlah magis, melainkan kesetiaan kita dalam menjaganya dari waktu ke waktu.

Sejarah memang kelam, penuh darah dan air mata. Tetapi, dari sanalah lahir cahaya yang kini menerangi perjalanan bangsa. Seperti malam yang tak abadi, begitu pula kelam sejarah hanyalah jembatan menuju fajar. Dan kini, fajar itu bernama Pancasila.

Kepala sekolah menegaskan, bahwa dari sejarah kita belajar melihat masa depan. Bagi siswa-siswi, pesan ini adalah suluh. Bahwa di balik setiap lembaran sejarah yang penuh luka, tersimpan pelajaran berharga untuk menatap esok dengan penuh harapan.

Pancasila adalah janji. Janji para pendiri bangsa kepada generasi penerus, bahwa negeri ini bisa kokoh bila nilai-nilai luhur dijaga. Janji itu kini berada di tangan kita. Mampukah kita menepatinya? Hanya dengan kesadaran dan ketulusanlah, janji itu dapat terus hidup.

Di SMPN 2 Wanayasa, pemaknaan Hari Kesaktian Pancasila menjadi sebuah perayaan batin. Tidak hanya dengan upacara bendera, tetapi dengan menghidupi nilai-nilainya di setiap gerak dan langkah. Karena kesaktian itu sejatinya bukan milik masa lalu, melainkan milik hari ini dan hari esok.

Seperti matahari yang selalu terbit setelah malam, demikianlah Pancasila selalu memberi harapan setelah kelam. Ia menyinari jalan bangsa agar tak lagi tersesat. Dan di ufuk kesadaran warga sekolah, cahaya itu kini semakin terang.

Dengan perenungan ini, warga SMPN 2 Wanayasa berikrar dalam hati: menjaga, merawat, dan menghidupkan Pancasila. Sebab, hanya dengan itu, bangsa ini bisa terus berdiri. Dan hanya dengan itu, matahari esok akan bersinar lebih terang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *