Spenda Juara
Cahaya Ramadhan: Penutupan “Masantren di Sakola”

Langit pagi menaungi halaman SMPN 2 Wanayasa dengan keheningan yang khusyuk dan belaian lembut dari kabut. Cahaya mentari menyelinap lembut di antara dedaunan, seolah ikut mengantar kegiatan penutupan kegiatan “masantren di sakola”. Hari ini, suasana sekolah dipenuhi lantunan ayat-ayat suci, mengawali penutupan kegiatan Masantren di Sakola, sebuah perjalanan spiritual yang telah menemani setiap insan di sekolah ini selama bulan Ramadhan.

Seluruh warga sekolah berkumpul, bersila rapi dalam kebersamaan yang hangat. Suara merdu tilawah Al-Qur’an menggema di udara, menembus ruang hati dan menggetarkan sanubari. Setiap lafaz yang terlantun membawa kedamaian, menyelimuti jiwa dengan kesejukan. Segenap guru dan siswa larut dalam alunan wahyu Ilahi, merasakan kehadiran-Nya begitu dekat, mengiringi langkah-langkah kecil menuju penutupan kegiatan ini.

Seusai pembacaan Al-Qur’an, lantunan shalawat berkumandang. Suara itu bersatu dalam harmoni, mengalir seperti sungai yang jernih dan menyejukkan. Setiap bibir bergetar mengucap pujian untuk Rasulullah, sang pembawa cahaya. Dalam momen ini, hati-hati yang tadinya bergejolak menjadi tenang, diliputi rasa cinta dan harapan.

Namun, tak hanya khidmat yang terasa pada hari itu. Semangat dan keceriaan turut menyelimuti suasana ketika acara fashion show dimulai. Setiap kelas mengutus perwakilan terbaiknya, mengenakan busana khas islami yang anggun dan penuh pesona. Langkah-langkah mereka di atas panggung membawa keceriaan yang sempat meredam air mata perpisahan. Sorak sorai riang terdengar, mewarnai langit sekolah dengan kehangatan kebersamaan.

Dalam balutan baju muslim dan muslimah yang menawan, para peserta berjalan dengan percaya diri, menyajikan keunikan dalam balutan kain yang sarat makna. Ada yang tampil dengan jubah putih yang berkilau, ada pula yang melangkah dalam gamis indah berwarna lembut, mengingatkan pada ketenangan Ramadhan yang sebentar lagi akan berlalu.

Namun, di balik kegembiraan itu, ada momen yang lebih dalam menusuk sanubari. Ketika sesi musyafahah dimulai, suasana berubah. Seorang siswa mendekati gurunya, merendahkan diri, menggenggam tangan yang selama ini penuh kasih membimbingnya. “Mohon maaf, Ibu, atas segala salah dan khilaf,” ucap seorang anak dengan suara yang bergetar.

Tangan-tangan kecil itu menggenggam erat, mata-mata yang awalnya berbinar kini mulai berkaca-kaca. Para guru, dengan penuh keikhlasan, mengusap kepala para murid mereka, mendoakan keselamatan dan keberkahan hidup bagi mereka di dunia dan akhirat. Beberapa di antara mereka tak kuasa membendung air mata, menyaksikan betapa momen ini begitu sakral, begitu dalam mengajarkan tentang kasih sayang dan ketulusan.

Satu per satu siswa maju, membungkukkan badan, mengusap tangan orang-orang yang telah begitu banyak berjasa dalam perjalanan mereka menuntut ilmu. Suasana menjadi syahdu, isak tangis terdengar. Inilah momen di mana tak ada lagi jarak antara guru dan murid, hanya ada hati yang saling memahami, saling memaafkan, dan saling merelakan dalam doa-doa terbaik.

Sebagai penutup rangkaian kegiatan, diadakan rapat guru untuk melakukan evaluasi dan menyusun program selanjutnya. Di dalam ruangan yang penuh diskusi itu, para pendidik saling berbagi pandangan dan harapan. Mereka menyadari bahwa perjalanan ini tidak boleh berhenti di sini. Setiap ilmu yang telah diajarkan harus terus berkembang, menyebar seperti cahaya yang tak pernah padam.

Matahari kian merunduk, meninggalkan jejak keemasan di ufuk barat. Hari ini, SMPN 2 Wanayasa bukan hanya menutup sebuah kegiatan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kebajikan yang akan terus hidup dalam jiwa setiap siswa. Ramadhan boleh pergi, tetapi cahayanya tetap bersemayam dalam hati, menjadi pelita yang menerangi jalan menuju kebaikan.

Sebagaimana angin senja yang membelai lembut wajah-wajah yang masih basah oleh air mata, doa-doa melangit di sekolah ini. Doa agar ilmu yang telah didapat tidak sia-sia. Doa agar keberkahan Ramadhan tetap tinggal dalam setiap langkah kehidupan. Dan doa agar kelak, di hari yang jauh di depan, kenangan tentang "Masantren di Sakola" ini tetap hidup dalam sanubari, menjadi kisah yang selalu dirindukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *