Di seberang pagi yang masih dingin, saat embun berkilau di pucuk daun, Rangga melangkah dengan semangat yang tak lekang waktu. Ia, siswa SMPN 2 Wanayasa, memulai perjalanan panjangnya ketika jarum jam masih beranjak pelan dari pukul 5.20. Langkah kecilnya melintasi jalan berbatu, menapak di bawah langit yang perlahan cerah, menjadi saksi kegigihan seorang anak yang tak gentar mengejar masa depan.
Rangga bukan sekadar siswa biasa; ia adalah cerita perjuangan yang hidup. Sebelum pergi menuntut ilmu, tangannya terlebih dahulu sibuk membantu orangtuanya. Mencuci peralatan dapur, menyiapkan pakan ternak, atau menyapu halaman, semuanya ia lakukan dengan tulus, sebagai wujud bakti tanpa pamrih. Rutinitas sederhana ini mencerminkan kesadaran dalam hatinya bahwa belajar tidak berarti melupakan tanggung jawab kepada keluarga.
Di sepanjang jalan, Rangga ditemani gumaman doa. Langkahnya menjadi ritme yang berpadu dengan desah angin pagi. Ia tahu, perjalanan ini bukan sekadar perjalanan fisik; setiap langkah adalah wujud tekad untuk mengubah hari-hari menjadi lebih baik. Walau peluh terkadang menetes di dahi, senyumnya tetap terbit, seperti mentari yang selalu datang di ujung fajar.
Sesampainya di sekolah, ia menyapa teman-temannya dengan wajah ceria. Rangga tahu, senyum adalah energi yang mengalir dari hati ke hati. Di mata teman-temannya, ia adalah inspirasi—sosok sederhana yang tak pernah menyerah, bahkan ketika tantangan hidup datang menghadang.
"Rangga, kenapa berangkat sepagi itu?" tanya seorang teman suatu hari. Ia hanya tersenyum tipis, lalu menjawab, "Setiap pagi adalah kesempatan. Kalau aku menunda, aku takut kehilangan waktu untuk belajar dan membantu orangtuaku." Jawaban itu membuat semua terdiam, seolah hati mereka disentuh oleh ketulusan yang jarang ditemukan.
Guru-guru di SMPN 2 Wanayasa pun mengagumi kesungguhannya. Rangga adalah simbol dari nilai-nilai yang ingin ditanamkan sekolah: tanggung jawab, kerja keras, dan cinta kepada orang tua. Tak heran jika namanya sering menjadi contoh di depan kelas, bukan karena ia menginginkannya, melainkan karena perilakunya yang memang layak diteladani.
Hari-hari Rangga adalah harmoni antara tugas rumah, perjalanan panjang, dan semangat belajar. Di balik tubuhnya yang kecil, tersembunyi tekad yang besar. Ia percaya, pendidikan adalah jalan untuk mengangkat keluarganya dari keterbatasan, dan langkah-langkah kecilnya di pagi hari adalah cara untuk memulai mimpi-mimpinya.
Ketika matahari mulai tinggi dan lonceng sekolah berdentang, Rangga telah siap dengan buku-bukunya. Ia duduk di bangku kelas dengan tatapan penuh perhatian, seolah ingin menelan setiap ilmu yang disampaikan. Rangga paham, perjuangannya akan sia-sia jika ia tidak memberi yang terbaik dalam belajar.
Bagi Rangga, sekolah bukan sekadar gedung dengan meja dan papan tulis. Ia melihatnya sebagai gerbang menuju masa depan yang cerah. Di tempat inilah ia menanam harapan, mencatat mimpi, dan membangun cita-cita yang ia harap dapat mengubah jalan hidupnya dan keluarganya.
Kini, Rangga telah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Teman-temannya mulai belajar dari ketekunannya, guru-guru semakin bangga, dan seluruh lingkungan sekolah melihatnya sebagai sosok yang luar biasa. Dari langkah kecil di pagi buta, Rangga mengajarkan kepada kita semua bahwa mimpi besar dimulai dengan keberanian untuk melangkah.
Rangga adalah bukti bahwa perjuangan tak pernah sia-sia. Ia mengajarkan bahwa kesungguhan, tanggung jawab, dan cinta kepada keluarga adalah pondasi yang kokoh untuk meraih keberhasilan. Di tengah semilir angin Wanayasa, kisah Rangga terus bergema, menginspirasi siapa saja yang mendengarnya.
(Kisah Siswa SMPN 2 Wanayasa dengan Sedikit Sentuhan Sastra)